SHALATUL LAIL
Shalat Sunnah Lail ialah : Shalat-shalat
Sunnah yang dikerjakan pada malam hari selain Ba'diyah 'Isya'.
Adapun waktunya ialah : Sehabis
shalat 'Isya' hingga akhir waktu 'Isya' sebelum masuk waktu Shubuh. Dan shalat
Lail itu boleh dikerjakan sebelum maupun sesudah tidur.
Macam-macamnya
:
A. Shalat
Sunnah Tarawih. C.
Shalat Sunnah Witir.
B. Shalat
Sunnah Tahajjud. D.
Shalat Sunnah Iftitah.
A. Shalat Tarawih
Tarawih artinya relax, santai, istirahat.
Ulama mengistilahkan Shalat Sunnah ini
dengan Shalat Tarawih, karena melihat riwayat yang menjelaskan tentang
bagaimana cara Nabi SAW melakukannya. Yaitu dengan perlahan-lahan/relax/santai
serta diselingi dengan istirahat setiap habis salam, sebagaimana riwayat
dibawah ini:
Dari 'Aisyah RA, katanya :
كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
يُصَلّى
اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ
فِى
اللَّيْلِ
ثُمَّ
يَتَرَوَّحُ
فَاَطَالَ
حَتَّى
رَحِمْتُهُ.
البيهقى 2: 497
Adalah
Rasulullah SAW shalat 4 rekaat dimalam hari. Kemudian beliau
beristirahat/bertarawih lama sekali, sehingga aku merasa kasihan kepadanya. [HR. Baihaqi juz 2, hal. 497]
Waktu, Bilangan dan Cara Pelaksanaan
a. Waktunya.
Setiap malam pada
bulan Ramadlan, boleh dikerjakan diawwal malam atau di pertengahan maupun di
akhirnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. Tegasnya, shalat tarawih
adalah shalat malam di bulan Ramadlan.
عَنْ
اَبىْ ذَرّ
قَالَ:
صُمْنَا مَعَ
رَسُوْلِ
اللهِ ص
رَمَصَانَ.
فَلَمْ
يَقُمْ بِنَا
شَيْئًا مِنَ
الشَّهْرِ
حَتَّى
بَقِيَ
سَبْعٌ فَقَامَ
بِنَا حَتَّى
ذَهَبَ
ثُلُثُ
اللَّيْلِ فَلَمَّا
كَانَتِ
السَّادِسَةُ
لَمْ يَقُمْ
بِنَا
فَلَمَّا
كَانَتِ
اْلخَامِسَةُ
قَامَ بِنَا
حَتَّى
ذَهَبَ
شَطْرُ
اللَّيْلِ.
ابو داود 2: 50،
رقم: 1375
Dari
Abu Dzarr, ia berkata : Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah SAW. Beliau
tidak shalat (malam) bersama kami sehingga tinggal tujuh hari dari bulan itu.
Lalu beliau shalat bersama kami hingga lewat sepertiga malam, kemudian beliau
tidak shalat malam bersama kami pada malam yang keenam. Tetapi beliau shalat
malam bersama kami pada malam yang ke lima hingga lewat tengah malam. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 50, no. 1375]
عَنْ
عَبْدِ
الرَّحْمنِ
بْنِ عَبْدِ
اْلقَارِيّ
اَنَّهُ
قَالَ:
خَرَجْتُ
مَعَ عُمَرَ ابْنِ
اْلخَطَّابِ
رض لَيْلَةً فِى
رَمَضَانَ
اِلىَ
اْلمَسْجِدِ
فَاِذَا النَّاسُ
اَوْزَاعٌ
مُتَفَرّقُوْنَ
يُصَلّى
الرَّجُلُ
لِنَفْسِهِ
وَيُصَلّى
الرَّجُلُ
فَيُصَلّى
بِصَلاَتِهِ
الرَّهْطُ. فَقَالَ
عُمَرُ: اِنىّ
اَرَى لَوْ
جَمَعْتُ هؤُلاَءِ
عَلَى
قَارِئٍ
وَاحِدٍ
لَكَانَ اَمْثَلَ.
ثُمَّ عَزَمَ
فَجَمَعَهُمْ
عَلَى اُبَيّ
بْنِ كَعْبٍ.
ثُمَّ
خَرَجْتُ
مَعَهُ
لَيْلَةً اُخْرَى
وَالنَّاسُ
يُصَلُّوْنَ
بِصَلاَةِ
قَارِئِهِمْ،
قَالَ عُمَرُ:
نِعْمَ اْلبِدْعَةُ
هذِهِ،
وَالَّتِى
يَنَامُوْنَ
عَنْهَا
اَفْضَلُ
مِنَ الَّتِى
يَقُوْمُوْنَ
يُرِيْدُ
اخِرَ
اللَّيْلِ.
وَكَانَ
النَّاسُ
يَقُوْمُوْنَ
اَوَّلَهُ.
البخارى 2: 252
Dari
Abdurrahman bin Abdul Qariyyi, bahwasanya ia berkata, "Saya pernah keluar
ke masjid bersama Umar bin Khaththab RA. pada suatu malam di bulan Ramadlan,
Tiba-tiba kami dapati orang-orang berkelompok-kelompok dan terpisah-pisah, ada
yang shalat sendirian dan ada yang shalat dengan diikuti beberapa orang. Maka
Umar berkata, "Saya berpendapat lebih baik mereka ini saya kumpulkan
dengan diimami oleh seorang imam". Kemudian Umar ber'azam dan mengumpulkan
mereka itu dengan diimami oleh Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi
bersama Umar pada malam yang lain, sedang orang-orang shalat dengan bermakmum
kepada imam mereka. Umar berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".
Dan shalat yang mereka kerjakan pada akhir malam adalah lebih utama dari pada
yang mereka kerjakan di awwal malam. Sedangkan orang-orang biasa mengerjakannya
di awwal malam. [HR.
Bukhari juz 2 : 252].
b.
Bilangan Raka'atnya
Shalat Sunnah Tarawih ini, bilangan
raka'at yang biasa dikerjakan oleh Nabi SAW adalah sebelas raka'at beserta
witirnya. Dan sebanyak-banyaknya tak terbatas, berapa saja seseorang mampu
melaksanakan-nya hingga habis waktu shalat sunnah tersebut, yaitu masuk waktu
Shubuh.
عَنْ
عَائِشَةَ رض
قَالَتْ:
كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص يُصَلّى
مَا بَيْنَ
اَنْ
يَفْرَغَ
مِنْ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ
اِلىَ
اْلفَجْرِ
اِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً
يُسَلّمُ
بَيْنَ كُلّ
رَكْعَتَيْنِ
وَ يُوْتِرُ
بِوَاحِدَةٍ.
الجماعة الا
الترمذى، فى
نيل الاوطار 3: 39
Dari
'Aisyah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW shalat antara beliau selesai dari
shalat 'Isyak hingga fajar, 11 rekaat. Beliau salam antara tiap-tiap 2 rekaat,
lalu berwitir 1 rekaat".
[HR. Al-Jama'ah selain Tirmidzi, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 39].
قَالَتْ
عَائِشَةُ. كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
يُصَلّى
اَرْبَعًا فَلاَ
تَسْئَلْ
عَنْ
حُسْنِهِنَّ
وَ طُوْلِهِنَّ
ثُمَّ
يُصَلّى
اَرْبَعًا
فَلاَ تَسْئَلْ
عَنْ
حُسْنِهِنَّ
وَ
طُوْلِهِنَّ
ثُمَّ
يُصَلّى
ثَلاَثًا.
البخارى و
مسلم
Telah
berkata 'Aisyah, "Adalah Rasulullah SAW pernah shalat 4 raka'at, jangan
engkau tanya bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat 4 raka'at, jangan
engkau tanya bagusnya dan panjangnya, kemudian beliau shalat (witir) 3
reka'at". [HSR.
Bukhari dan Muslim]
Keterangan :
Maksud hadits tersebut, Nabi SAW shalat 2 raka'at salam, 2 raka'at salam
lalu istirahat. Dilanjutkan lagi 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu
istirahat. Kemudian shalat witir 3 reka'at.
'Aisyah RA berkata :
مَا
كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
يَزِيْدُ فِى
رَمَضَانَ وَ
لاَ فِى
غَيْرِهِ
عَلَى
اِحْدَى عَشْرَةَ
رَكْعَةً.
البخارى و
مسلم
Bahwasanya
Rasulullah SAW tidak melebihkan di bulan Ramadlan dan di luar bulan Ramadlan
atas sebelas raka'at. [HR.
Bukhari dan Muslim]
Keterangan :
Hadits ini bukan merupakan batas dari Nabi SAW, tetapi hanya menunjukkan
bahwa biasanya Nabi SAW shalat sebelas raka'at.
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ
اَنَّ
رَجُلاً
سَأَلَ رَسُوْلَ
اللهِ ص عَنْ
صَلاَةِ
اللَّيْلِ.
فَقَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص.
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى
مَثْنَى.
فَاِذَا
خَشِيَ
اَحَدُكُمُ
الصُّبْحَ
صَلَّى
رَكْعَةً
وَاحِدَةً تُوْتِرُ
لَهُ مَا قَدْ
صَلَّى.
مسلم 1: 516
Dari
Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
shalat malam itu. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2
raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kamu khawatir masuk Shubuh
hendaklah shalat witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat
yang telah dikerjakan".
[HR. Muslim juz 1, hal. 516]
c. Cara Pelaksanaan
1. Boleh dengan Jahr (suara nyaring) maupun Sirr (suara lembut) :
سُئِلَتْ
عَائِشَةُ:
كَيْفَ كَانَتْ
قِرَاءَةُ
النَّبِيّ ص
بِاللَّيْلِ؟
فَقَالَتْ:
كُلُّ ذلِكَ
قَدْ كَانَ
يَفْعَلُ
رُبَمَا
اَسَرَّ وَ
رُبَمَا
جَهَرَ.
احمد و ابو
داود و
الترمذى
Telah
ditanya 'Aisyah RA, "Bagaimana bacaan Nabi SAW pada waktu (shalat) malam
?". Jawabnya, "Semuanya itu dikerjakan oleh Rasulullah SAW terkadang
beliau membaca sirr (pelan) dan terkadang beliau membaca jahr (nyaring)".
[HSR. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi]
2. Boleh
dikerjakan dengan berjama'ah maupun munfarid (sendirian)
عَنْ
عَائِشَةَ
اُمّ
اْلمُؤْمِنِيْنَ
رض اَنَّ
رَسُوْلَ
اللهِ ص
صَلَّى ذَاتَ
لَيْلَةٍ فِى
اْلمَسْجِدِ
فَصَلَّى
بِصَلاَتِهِ
نَاسٌ. ثُمَّ
صَلَّى مِنَ
اْلقاَبِلَةِ
فَكَثُرَ
النَّاسُ.
ثُمَّ
اجْتَمَعُوْا
مِنَ اللَّيْلَةِ
الثَّالِثَةِ
اَوِ
الرَّابِعَةِ
فَلَمْ
يَخْرُجْ
اِلَيْهِمْ
رَسُوْلُ اللهِ
ص فَلَمَّا
اَصْبَحَ
قَالَ:قَدْ
رَأَيْتُ
الَّذِى صَنَعْتُمْ
فَلَمْ
يَمْنَعْنِى
مِنَ اْلخُرُوْجِ
اِلَيْكُمْ
اِلاَّ اَ نّى
خَشِيْتُ اَنْ
تُفْرَضَ
عَلَيْكُمْ.
وَ ذلِكَ فِى
رَمَضَانَ.
البخارى 2: 44
Dari
'Aisyah Ummul Mu’minin
RA, bahwasanya pada suatu malam Rasulullah SAW shalat malam dimasjid maka
orang-orangpun turut shalat bersama beliau, dan beliau shalat pula pada malam
berikutnya, maka bertambah banyak orang yang mengikutinya. Kemudian malam
ketiganya atau ke empatnya mereka telah berkumpul, tetapi beliau tidak datang.
Keesokan harinya beliau berkata, "Sungguh saya mengetahui apa yang kalian
kerjakan semalam, saya tidak berhalangan untuk datang kepadamu, hanya saya
takut jangan-jangan shalat itu kau anggap wajib". (Kata 'Aisyah),
"Kejadian tersebut pada bulan Ramadlan". [HSR. Bukhari juz 2, hal. 44]
B. Shalat Sunnah Tahajjud
Shalat Sunnah Tahajjud adalah : Shalat malam yang dikerjakan di luar
Ramadlan.
Nama Tahajjud diambil dari firman Allah ayat 79 surat Al-Israa' :
وَ مِنَ
الَّيْلِ
فَتَهَجَّدْ
بِه نَا فِلَةً
لَّكَ. الاسراء:
79
Dan
pada sebagian malam bershalat Tahajjudlah kamu sebagai suatu tambahan bagimu. [QS. Al-Israa' : 79]
Jadi, shalat
sunnah tarawih dan shalat sunnah tahajjud adalah sama. Kalau dikerjakan di
bulan Ramadlan disebut shalat Tarawih, sedangkan jika dikerjakan di luar
Ramadlan disebut shalat Tahajjud.
C. Shalat Sunnah Witir
Shalat sunnah witir ialah
shalat sunnah lail yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang ganjil (witir =
ganjil).
عَنْ
عَلِيّ رض
قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
اَوْتِرُوْا
يَا اَهْلَ
اْلقُرْانِ
فَاِنَّ
اللهَ وِتْرٌ
يُحِبُّ
اْلوِتْرَ.
الخمسة وصححه
ابن خزيمة
Dari
'Ali RA, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW, "Berwitirlah kamu hai
ahli Qur'an karena sesungguhnya Allah itu witir/tunggal, Ia suka kepada
(shalat) witir".
[Diriwayatkan oleh Khamsah dan disahkan oleh Ibnu Khuzaimah]
Waktunya :
Pada setiap
malam, baik di dalam maupun diluar Ramadlan, boleh dikerjakan di awwal,
pertengahan, ataupun diakhir malam, baik sebelum maupun sesudah tidur,
kesemuanya itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW :
عَنْ
عَائِشَةَ رض
قَالَتْ: مِنْ
كُلّ اللَّيْلِ
قَدْ
اَوْتَرَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص مِنْ
اَوَّلِ
اللَّيْلِ وَ
اَوْسَطِهِ
وَ اخِرِهِ
فَانْتَهَى
وِتْرُهُ
اِلىَ
السَّحَرِ.
الجماعة
Dari 'Aisyah RA, ia berkata,
"Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir, di
permulaan malam, dipertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai
pada waktu sahur".
[HR. Al Jama'ah]
عَنْ
جَابِرٍ رض
قَالَ: قَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص: مَنْ
خَافَ اَنْ
لاَ يَقُوْمَ
مِنْ اخِرِ
اللَّيْلِ
فَلْيُوْتِرْ
اَوَّلَهُ وَ
مَنْ طَمِعَ
اَنْ
يَقُوْمَ اخِرَهُ
فَلْيُوْتِرْ
اخِرَ
اللَّيْلِ.
فَاِنَّ
صَلاَةَ
اخِرِ
اللَّيْلِ
مَشْهُوْدَةٌ
وَ ذلِكَ
اَفْضَلُ.
مسلم 1: 520
Dari
Jabir RA, ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa khawatir
tidak akan bangun pada akhir malam, maka bolehlah berwitir pada awwal malam.
Dan barangsiapa berkeyakinan mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah
mengerjakan witir pada saat itu, karena shalat di akhir malam itu disaksikan
dan yang demikian itu lebih utama". [HR. Muslim juz 1, hal. 520].
Bilangan Raka'at serta Cara Pelaksanaannya
a.
Satu rakaat,
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ
اَنَّ
رَجُلاً
سَأَلَ رَسُوْلَ
اللهِ ص عَنْ
صَلاَةِ
اللَّيْلِ.
فَقَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص.
صَلاَةُ
اللَّيْلِ مَثْنَى
مَثْنَى.
فَاِذَا
خَشِيَ
اَحَدُكُمُ
الصُّبْحَ
صَلَّى
رَكْعَةً
وَاحِدَةً
تُوْتِرُ
لَهُ مَا قَدْ
صَلَّى.
مسلم 1: 516
Dari
Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
shalat malam itu. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2
raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kamu khawatir masuk Shubuh
hendaklah shalat witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat
yang telah dikerjakan".
[HR. Muslim juz 1, hal. 516]
b.
Tiga Rakaat, Bila
melaksanakan 3 rakaat, maka harus dengan satu tasyahud di rakaat yang akhir,
lalu salam, sebagaimana riwayat di bawah ini :
قَالَتْ
عَائِشَةُ رض
:كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص
يُوْتِرُ
بِثَلاَثٍ وَ
لاَ يَفْصِلُ
بَيْنَهُنَّ.
احمد و
النسائى، و
لفظه:
كَانَ لاَ
يُسَلّمُ فِى
رَكْعَتَيِ
اْلوِتْرِ.
فى نيل
الاوطار 3: 40
'Aisyah
RA berkata, "Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 raka'at, tidak
mengadakan pemisahan antaranya (mengerjakannya dengan sekali salam)". [HR. Ahmad dan An-Nasai] Adapun dalam
lafadh Nasai : Adalah beliau tidak salam pada dua rekaat dalam shalat witir
tersebut. [Nailul Authar juz 3 hal. 40].
Dan tidak
diperkenankan shalat witir yang 3 itu dengan 2 raka'at salam, kemudian
disambung dengan 1 rakaat lalu salam. Hal ini menyalahi riwayat 'Aisyah di atas
dan juga menyalahi arti witir itu sendiri, karena witir itu artinya ganjil,
sedang 2 itu genap, jadi tidak dapat dikatakan witir. Dan juga kita tidak
diperkenankan shalat 3 raka'at tersebut dengan 2 tasyahud 1 salam. Sebab ini
menyerupai Maghrib, yang demikian ini dilarang oleh Nabi SAW sebagaimana hadits
di bawah ini. Sabda Nabi SAW :
لاَ
تُوْتِرُوْا
بِثَلاَثٍ.
اَوْتِرُوْا
بِخَمْسٍ
اَوْ
بِسَبْعٍ وَ
لاَ
تُشَبّهُوْا بِصَلاَةِ
اْلمَغْرِبِ.
الدارقطنى 2: 24
Jangan
kamu shalat witir 3 rekaat, (tetapi) shalatlah witir 5 atau 7, dan janganlah
kamu menyerupai dengan shalat Maghrib". [HR. Daruquthni juz 2, hal, 24].
Keterangan :
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW melarang
kita shalat witir 3 rekaat dan memerintahkan untuk shalat dengan 5 rekaat atau
7 rekaat. Sedang hadits-hadits lain menerangkan bahwa Rasulullah SAW sendiri mengerjakan
shalat witir 3 rekaat. Maka dari kedua macam hadits tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa : "Yang
dilarang mengerjakan shalat witir 3 rekaat itu adalah shalat witir yang
menyerupai shalat Maghrib, sedang shalat witir 3 rekaat yang tidak serupa
dengan shalat Maghrib tidak dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW
sendiri".
Adapun bentuk keserupaan itu ialah : Dengan 2 tasyahud satu salam. Maka
supaya tidak menyerupai shalat Maghrib hendaklah shalat witir 3 rekaat tersebut
dikerjakan dengan 3 rekaat sekaligus dengan satu tasyahud di akhir rakaat dan
satu salam.
c.
5 rekaat dengan satu tasyahud di rakaat yang terakhir kemudian salam. Berdasar riwayat sebagai berikut :
قَالَتْ
عَائِشَةُ:
كَانَ
رَسُوْلُ
اللهِ ص يُصَلّى
مِنَ
اللَّيْلِ ثَلاَثَ
عَشْرَةَ
رَكْعَةً
يُوْتِرُ
مِنْ ذلِكَ
بِخَمْسٍ وَ
لاَ يَجْلِسُ
فِى شَيْءٍ مِنْهُنَّ
اِلاَّ فِى
اخِرِهِنَّ.
احمد و
البخارى و
مسلم، فى نيل
الاوطار 3: 42
‘Aisyah RA berkata,
"Rasulullah SAW shalat di malam hari 13 rekaat, dari 13 rekaat itu beliau shalat
witir 5 rekaat. Beliau tidak duduk (attahiyat) pada sesuatu rekaat dari yang 5
ini, melainkan pada akhirnya". [HR. Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 3, hal. 42].
d. 7 rekaat dengan 2 tasyahud di rekaat 6
dan 7 lalu salam.
Berdasar riwayat sebagai berikut :
عَنْ
عَائِشَةَ رض
اَنَّ
رَسُوْلَ
اللهِ ص لَمَّا
كَبُرَ
وَضَعُفَ
اَوْتَرَ
بِسَبْعِ رَكَعَاتٍ
لاَ يَقْعُدُ
اِلاَّ فِى
السَّادِسَةِ
ثُمَّ
يَنْهَضُ وَ
لاَ يُسَلّمُ
فَيُصَلّى
السَّابِعَةَ
ثُمَّ
يُسَلّمُ
تَسْلِيْمَةً.
ابن حزم فى
لمحلى 3: 45
Dari
Aisyah RA, bahwasanya Rasulullah SAW setelah lanjut usia dan lemah badannya,
beliau berwitir dengan 7 rekaat dan tidak duduk kecuali pada rekaat yang ke 6,
kemudian berdiri tanpa salam lalu menyelesaikan rekaat yang ke 7 kemudian salam
dengan satu k.ali salam.
[HR. Ibnu Hazm, dalam Al-Muhalla juz 3, hal. 45].
e.
9 rekaat dengan 2 tasyahud di rekaat yang ke 8 dan ke 9 setelah itu salam.
Berdasar riwayat sebagai berikut :
عَنْ
سَعِيْدِ
بْنِ هِشَامٍ
اَنَّهُ
قَالَ لِعَائِشَةَ.
اَنْبِئِيْنِى
عَنْ وِتْرِ رَسُوْلِ
اللهِ ص
فَقَالَتْ:
كُنَّا
نُعِدُّ لَهُ
سِوَاكَهُ وَ
طَهُوْرَهُ
فَيَبْعَثُهُ
اللهُ مَا
شَاءَ اَنْ
يَبْعَثَهُ
مِنَ اللَّيْلِ
فَيَتَسَوَّكُ
وَ
يَتَوَضَّأُ
وَ يُصَلّى
تِسْعَ
رَكَعَاتٍ
لاَ يَجْلِسُ
فِيْهَا اِلاَّ
فِى
الثَّامِنَةِ
فَيَذْكُرُ
اللهَ وَ
يَحْمَدُهُ
وَ
يَدْعُوْهُ
ثُمَّ
يَنْهَضُ وَ
لاَ يُسَلّمُ
ثُمَّ
يَقُوْمُ
فَيُصَلّى
التَّاسِعَةَ
ثُمَّ
يَقْعُدُ
فَيَذْكُرُ
اللهَ وَ يَحْمَدُهُ
وَ
يَدْعُوْهُ
ثُمَّ
يُسَلّمُ تَسْلِيْمًا
يُسْمِعُنَا
ثُمَّ
يُصَلّى رَكْعَتَيْنِ
بَعْدَ مَا
يُسَلّمُ وَ
هُوَ قَاعِدٌ
فَتِلْكَ
اِحْدَى
عَشْرَةَ
رَكْعَةً يَا
بُنَيَّ.
مسلم 1: 513
Dari
Sa’id
bin Hisyam, bahwasanya ia bertanya kepada 'Aisyah, "(Ya ‘Aisyah), beritahukanlah
kepadaku tentang shalat witir Rasulullah SAW". Jawab 'Aisyah, "Kami
biasa menyediakan penggosok gigi dan air wudlu bagi Rasulullah SAW, lalu beliau
bangun malam pada waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian beliau menggosok gigi
dan berwudlu lalu shalat (witir) sembilan rekaat dan beliau tidak duduk
(attahiyat) melainkan pada rekaat yang ke delapan, lalu beliau menyebut, memuji
dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau berdiri dengan tidak mengucap salam,
berdiri shalat (rekaat) yang ke sembilan, kemudian beliau duduk (attahiyat)
menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau mengucap salam
sehingga terdengar oleh kami. Setelah itu beliau shalat 2 rekaat dengan duduk.
Yang demikian itu jadi 11 rekaat hai anakku". [HR. Muslim juz 1, hal. 513].
Dan kita dilarang mengerjakan 2 kali shalat
witir pada satu malam
عَنْ
طَلْقِ بْنِ
عَلِيّ رض
قَالَ:
سَمِعْتُ النَّبِيَّ
ص يَقُوْلُ:
لاَ
وِتْرَانِ
فِى لَيْلَةٍ.
احمد و
النسائى و
الترمذى و
صححه ابن حبان
Dari
Thalq bin Ali, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak
ada dua witir pada satu malam". [HR. Ahmad, Nasai, Tirmidzi dan dishahkan oleh Ibnu Hibban].
f.
Bacaan sesudah shalat witir.
Menurut riwayat Nasai, Rasulullah SAW
setelah shalat witir, beliau membaca Subhaanal
Malikil Qudduus 3 kali.
عَنْ
قَتَادَةَ
عَنْ
زُرَارَةَ
عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمنِ
بْنِ اَبْزَى
عَنْ
رَسُوْلِ اللهِ
ص، كَانَ
يُوْتِرُ
بِسَبّحِ اسْمَ
رَبّكَ
اْلاَعْلى،
وَ قُلْ
ياَيُّهَا اْلكَافِرُوْنَ،
وَ قُلْ هُوَ
اللهُ اَحَدٌ.
فَاِذَا
فَرَغَ قَالَ:
سُبْحَانَ
اْلمَلِكِ
اْلقُدُّوْسِ،
ثَلاَثًا وَ
يَمُدُّ فِى
الثَّالِثَةِ.
النسائى 3: 247
Dari
Qatadah dari Zurarah dari ‘Abdur
Rahman bin Abza dari Rasulullah SAW, biasanya beliau SAW di dalam shalat witir
membaca surat Al-A’laa,
Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai lalu beliau mengucapkan, “Subhaanal Malikil Qudduus 3
kali, dan beliau memanjangkan pada bacaan yang ketiga”. [HR. Nasaaiy juz 3, hal. 247]
Dan menurut riwayat Thabrani, setelah bacaan
tersebut ada tambahan “Rabbul
malaaikati war ruuh”,
(namun tambahan ini tidak shahih, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Isa bin Yuunus, yang tidak
diketahui jarh - ta’dilnya).
Adapun bacaan “Alloohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘annii” itu adalah bacaan bila mengetahui Lailatul
Qadr, sebagaimana riwayat berikut :
عَنْ
عَائِشَةَ
قَالَتْ
قُلْتُ: يَا
رَسُوْلَ
اللهِ،
اَرَأَيْتَ
اِنْ
عَلِمْتُ
اَيَّ لَيْلَةٍ
لَيْلَةُ
اْلقَدْرِ
مَا اَقُوْلُ
فِيْهَا؟
قَالَ:
قُوْلِي: اللَّهُمَّ
اِنَّكَ
عَفُوٌّ تُحِبُّ
اْلعَفْوَ
فَاعْفُ
عَنّي.
الترمذى، و
قَالَ: هَذَا
حَدِيثٌ
حَسَنٌ صَحِيحٌ،
5: 195، رقم: 3580
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila
aku mengetahui bahwa malam itu malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku baca ?”. Beliau bersabda, “Bacalah Alloohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf,
Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku)”. [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 195, no. 3580]
Lafadh tersebut juga diriwayatan oleh Ahmad
juz 9 hal. 526, juz 9 hal. 547 dan juz 10, hal. 24, juga diriwayatkan oleh Ibnu
Majah juz 2, hal. 1265, no. 3850. Namun dalam ‘Aridlatul Ahwadzi dengan lafadh :
اللَّهُمَّ
اِنَّكَ
عَفُوٌّ
كَرِيْمٌ تُحِبُّ
اْلعَفْوَ
فَاعْفُ
عَنّي.
الترمذى، فى
عارضة
الاحوذى، 13: 42،
رقم: 3513
Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf
lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku. [HR. Tirmidzi, dalam ‘Aridlotul Ahwadzi juz 13, hal. 42, no. 3513]
D. Shalat Iftitah.
Shalat Iftitah adalah shalat sunnah dua rekaat yang ringan untuk
mengawali shalat lail.
عَنْ
اَبِى
هُرَيْرَةَ
عَنِ
النَّبِيّ ص
قَالَ: اِذَا
قَامَ
اَحَدُكُمْ
مِنَ
اللَّيْلِ
فَلْيَفْتَتِحْ
صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ
خَفِيْفَتَيْنِ.
مسلم 1: 532
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila seseorang diantara
kalian bangun malam, maka hendaklah ia membuka shalatnya dengan dua rekaat yang
ringan. [HR. Muslim juz 1,
hal. 532].
0 komentar:
Posting Komentar