Minggu, 20 Juli 2014

Layunya JIWA akibat, Berjudi, Berzina, Mabuk, Makan Harta Riba

Alhamdulillahi Robbil ‘alamin, segala puji hanya bagi Alloh SWT, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh pengikut beliau yang selalu mengikuti jalan pentunjuk-Nya, salam untuk seluruh Nabi-Nabi Dan Rasul-Rasul-Nya. Alloh SWT telah memberikan peringatan-peringatan yang tegas tentang beberapa larangan yang harus dijauhi oleh umat manusia. Bila larangan itu tetap saja dilanggar dilakukan oleh umat manusia, maka mungkin saja kesenangan itu masih diberikan namun hanya sebatas di Dunia saja. Akibat melanggar larangan itu pasti Jiwa manusia ketika hidup di dunia akan mengalami kelayuan dan itu akan berlanjut dengan siksa jiwa di alam selanjutnya, yaitu di alam kubur dan alam akherat.
Larangan berjudi dan mabuk sebagaimana dalam firman Alloh

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٩٠﴾ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ ﴿٩١﴾


Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS 6 ayat 90)
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS 6 ayat 91)

Demikian pula larangan berzina sebagaimana firman-Nya

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً ﴿٣٢﴾


Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.(QS 17 ayat 32)

Dan larangan memakan riba, sebagaimana dalam firman-Nya

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿٢٧٥﴾


Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.(QS 2 ayat 275)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS 3 ayat 130)

Banyak Hadist Rasulullah yang membahas tentang larangan Berjudi, Berzina, Mabuk dan Memakan harta Riba. Diantaranya adalah

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ إِنْ مَاتَ لَقِيَ اللَّهَ كَعَابِدِ وَثَنٍ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Pecandu khamar apabila mati, maka ia akan berjumpa dengan Allah seperti penyembah berhala.”(HR Ahmad 2325)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَلَعَنَ شَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَآكِلَ ثَمَنِهَا

Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya, yang mengoplos, yang minta dioploskan, penjualnya, pembelinya, pengangkutnya, yang minta diangkut, serta orang yang memakan keuntungannya.”(HR Ahmad 5458)

عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَكَاتِبَهُ قَالَ وَقَالَ مَا ظَهَرَ فِي قَوْمٍ الرِّبَا وَالزِّنَا إِلَّا أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عِقَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Allah melaknat pemakan riba, yang memberi makan, para saksi dan penulisnya.” Ia berkata; Beliau juga bersabda: “Tidaklah nampak pada suatu kaum riba dan perzinaan melainkan mereka telah menghalalkan bagi mereka mendapatkan siksa Allah Azza wa Jalla.”(HR Ahmad 3618)

Bila ditinjau dari kaca mata manusia awam, apalagi manusia yang telah bersahabat dengan bujukan syaitan, maka berjudi, berzina, mabuk dan memakan harta riba adalah semuanya menyenangkan. Bila ditinjau dari psikologi jiwa manusia kesenangan di dalamnya adalah kesenangan-kesenangan puncak yang padat dengan bisikan-bisikan syaitan dengan kwalitas yang sangat super hebat.
Berjudi, sesuatu angan-angan yang terus menggelayut di hati manusia untuk mendapatkan kesenangan harta dengan cara yang amat mudah dengan jalan mudah dan tipu-tipu.
Berzina, sesuatu nikmat yang luar biasa yang penuh dengan tipu daya syaitan yang penuh gurisan-gurisan kelezatan. Sesuatu bujukan nafsu yang selalu terus menerus membujuk manusia yang tidak mengenal kelezatan iman.
Mabuk, baik dengan minuman keras atau zat-zat kimia yang memabukkan, sebuah kenikmatan imaginasi yang sangat memuncak dan sangat mencandui, namun dapat merusak aqal, tubuh dan jiwa manusia.
Memakan Harta riba, mendapatkan penghasilan dengan cara melipat gandakan uang, tanpa suatu jenis produksi fisik. Proses mendapatkan uang sebagai sarana hidup dengan cara yang amat-amat mudah, sehingga manusia akan mendapatkan keuntungan kekayaan dengan cara yang amat-amat mudah. Namun beresiko dengan kerusakan tatanan ekonomi sektor riil bagi manusia.
Bila dibiarkan manusia asyik untuk selalu berjudi, berzina, mabuk dan makan riba, tentu masing-masing indifidu akan merasakan sebagai puncak-puncak kenikmatan dan kesenangan dunia. Namun dibalik itu semua adalah terkandung DOSA-DOSA besar yang telah Alloh tetapkan padanya.
Sehingga orang-orang yang terpelengket dengan kebiasaan berjudi, berzina, mabuk dan makan riba pasti akan mengalami kelayuan jiwa, sangat sulit untuk mentaati kebenaran dan kesholehan yang telah Alloh tetapkan dan akan dijauhkan dari Rahmat Alloh, dan kenikmatan yang telah direguk pasti akan dibalas dengan AZAB dan SIKSA, baik di dunia ataupun di akherat.
Banyak kasus-kasus pemerasan terjadi di tengah-tengah masyarakat, yang sebenarnya merupakan pengembangan dari perbuatan sekelompok orang yang telah kecanduan dengan efek menyenangkan dari perbuatan berjudi, berzina, mabuk dan makan uang riba. Sehingga kadang penyakit ini bisa mengembang menjadi budaya yang meluas di tengah-tengah masyarakat, dan sering menumbuhkan mafia-mafia raksasa yang ditakuti dan amat sulit ditangani.
Sebagai contoh mari kita sadari sejenak, berapa uang yang telah dibelanjakan oleh generasi muda yang berduit untuk membeli zat-zat pemabuk semacam NARKOBA. Suatu kesia-siaan yang amat nyata, baik kerugian materi dan kerugian immateri, kerugian jiwa dan raga, kerugian dunia dan akherat.
Keadaan manusia, bahwa dibalik enaknya sebuah kenikmatan yang dibujukkan syaitan, namun bersamaan dengan itu munculah manusia berjiwa syaitan di dalam diri-diri yang telah terperangkap dalam kesenangan, berjudi, berzina, mabuk dan makan uang riba.
Bila budaya berjudi, berzina, mabuk dan makan riba telah membudaya di tengah-tengah masyarakat, maka layulah jiwa-jiwa masyarakat, bersamaan dengan itu akan tercabutlah Rahmat dan Barokah dari Alloh SWT.
Bila Alloh sudah berlepas tangan dari sebuah masyarakat, maka tinggal menunggu waktu-waktu datangnya AZAB Alloh, sebagimana di zaman ini telah banyak muncul kekerasan antar manusia, pelecehan seksual, penyakit kelamin (missal AIDS), Karakter manusia yang mengarah pada kebobrokan moral, atau pula kejahatan yang berkwalitas amat sangat kejam.
Sudah seharusnya manusia di jaman ini segera bertekun untuk kembali bertaat kepada Alloh SWT. Meningkatnya kwalitas dan kwantitas kejahatan di tengah-tengah masyarakat merupakan tumpukan dari ketidak disiplinan aparat dan masyarakat dalam mencegah perbuatan fahsya’ dan mungkar. Pembiaran-pembiaran siaran-siaran TV, Internet, Multi media yang merangsang dan memicu manusia untuk menegak kejahatan dibiarkan lepas, dan tidak dibendung dengan maksimal.
Bahkan da’wah Islam yang nyata-nyata menyampaikan Al-Qur’an dan As-Sunnah telah mulai dijauhi dan dibenci, Berapa banyak dakwah Al-Qur’an dan As-Sunnah yang disampaikan oleh lembaga-lembaga dakwah telah di demo oleh masyarakat awam.
Semuanya menunjukkan bahwa masyarakat awam sedang mengalami pergeseran nilai. Fitnah-fitnah buruk telah dilipat gandakan dengan teknologi modern sehingga menimbulkan efek keburukan yang berlipat ganda.
Kepada Alloh saja orang-orang yang bertaqwa kepada Alloh mengharap penyelesaian yang adil dan tuntas. Manusia yang masih sadar, harus terus menerus mengingatkan kepada manusia awam agar mereka bertaqwa kepada Alloh, dan selebihnya, segala masalah diserahkan kepada Alloh SWT. Sebab bila Alloh Murka maka semua akan terkena.
Alloh dialah pemilik pasukan langit dan bumi, Dia Alloh yang akan menyelesaikan berbagai penyimpangan yang telah dilakukan oleh manusia. Dia yang akan menuntaskan segala masalah di tengah tengah kehidupan umat manusia. Mari kita bertaubat sebelum kita diadili oleh Alloh SWT.   Wallohu a’lam

Jumat, 18 Juli 2014

Hikmah Puasa Ramadhan

Puasa mendidik ummat Islam untuk merasakan kehadiran Allah yang selalu mengawasi dan menyertainya setiap saat. Meskipun berada di dalam kamar yang gelap dan tertutup rapat sehingga tidak ada seorangpun yang tahu/melihatnya, tetapi orang yang berpuasa karena Allah tidak akan makan atau minum dengan sengaja sebelum waktu berbuka tiba.
Hadirnya perasaan dalam hati seorang hamba bahwa dirinya selalu diawasi Allah setiap saat, menjadikannya bersikap hati-hati dalam beramal dan tha’at kepada aturan yang telah ditetapkan Allah.
Tumbuhnya perasaan diawasi Allah sepanjang pagi hingga petang itu diharapkan terus bersemayam hingga malam hari dan terbit fajar kembali. Bahkan tidak hanya selama bulan Ramadlan, tetapi terus masuk ke bulan Syawwal dan bulan-bulan yang lain sepanjang tahun hingga akhir hayatnya, sehingga seorang hamba yang yang menjalankan ibadah puasa Ramadlan akan benar-benar menjadi hamba yang bertaqwa kepada Allah.
Haus dan lapar yang dirasakan sepanjang siang menyadarkan ummat Islam akan lemahnya manusia. Berangkat dari kesadaran akan lemahnya tubuh manusia tanpa makan dan minum diharapkan tumbuh rasa syukur kepada Allah, yang telah banyak memberinya rejeki, dan tumbuh pula sikap tawadlu’, rendah hati dan tidak sombong kepada sesama makhluq, yang sama-sama memiliki sifat lemah.
Hanya Allah yang Maha Besar, Maha Kuat dan Maha Perkasa. Tidak peduli rakyat atau pejabat, semua merasa lemah ketika lapar dan haus. Pangkat dan jabatan hanya merupakan titipan Allah yang bersifat sementara.
Ummat Islam tidak layak membanggakan apalagi menyombongkan pangkat dan jabatannya, karena apabila pangkat dan jabatan itu suatu saat diambil kembali oleh Allah, dia akan kembali lemah, seperti lemahnya orang yang lapar dan haus saat berpuasa. Kaya atau miskin, semua orang yang berpuasa akan merasa lemah.
Harta kekayaan hanyalah titipan Allah yang tidak layak untuk dijadikan kebanggaan, karena ketika harta kekayaan itu diambil kembali oleh pemiliknya, dia akan kembali lemah, seperti lemahnya orang yang lapar dan haus saat berpuasa.
Saudaraku, ibadah puasa Ramadlan penuh dengan lautan berkah. Berangkat dari sikap tawadlu’ yang terbentuk pada diri seseorang karena puasa, akan tumbuh perasaan bahwa semua manusia itu adalah sama, sama-sama lemah di hadapan Allah. Maka tidak layak bagi manusia untuk bersikap sombong, yang didefinisikan oleh Rasululah SAW sebagai batharul-haqq wa ghamtunnaas (menolak kebenaran dan merendahkan orang lain).
Dalam hadits diriwayatkan, Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat dzarrah dari kesombongan”. Ada salah seorang shahabat yang bertanya, “(Ya Rasulullah), bagaimana dengan seorang lelaki yang suka memakai baju bagus dan sandalnya bagus ?”. Beliau menjawab, “Allah itu Maha Indah dan suka kepada keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim juz 1, hal. 93]
Kebenaran itu datangnya dari Allah, mengapa ditolak? Mereka yang menolak kebenaran pasti menerima kebathilan. Manusia itu sama-sama lemah, mengapa saling merendahkan. Mereka yang merendahkan sesama manusia, pasti bangga terhadap dirinya sendiri, sombong dan kehilangan sikap tawadlu’.
Padahal Rasulullah SAW telah memberi peringatan, Laa yadkhulul jannata man kaana fii qalbihii mitsqaalu dzarratin min kibrin. (Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat dzarrah dari kesombongan). [HR. Muslim juz 1, hal. 93].
Oleh karena itu bersyukurlah mereka yang dianugerahi sikap tawadlu’ karena ibadah puasa Ramadlan. Mereka sadar kekuatan yang dimilikinya hanyalah titipan Allah untuk dimanfaatkan di jalan Allah. Kekayaan yang dimilikinya hanyalah titipan Allah untuk dimanfaatkan di jalan Allah.
Pangkat dan jabatan yang dimilikinya hanyalah titipan Allah untuk dimanfaatkan di jalan yang diridlai-Nya. Semoga kita termasuk hamba Allah yang pandai memanfaatkan kesempatan ibadah Ramadlan 1435 H ini, untuk mendidik diri menjadi hamba-Nya yang tawadlu’, aamiin.
Al-Ustadz Drs. Ahamad Sukina
Pimpinan Pusat Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA)

Rabu, 16 Juli 2014

Cara BERZIKIR

Bismillahirrahmanirrahim

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلا
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al- Ahzaab : 41 - 42)

Perintah berzikir banyak dalam al Qur'an. Dalil-dalil yang lain dalam Al-qur’an :
Al Baqarah : 198,200,203,239, Al-Ahzab :35, Ali Imron : 41,191, Ar-Ra’d : 28, Al-Anfal :45, Al-Hasyir : 19, Al-Munafiqun : 9. Al -Ahzab : 41- 42, Al Maidah :4, Al Hajj : 36, Al Muzammil : 8, Al Insaan : 25, dan lain-lain.
Ayat-ayat diatas bersifat “umum” (‘aam), kemudian bagaimana cara berzikir dan berdo’anya di-“tahsis” (dikhususkan) oleh ayat Al-Qur’an :

CARA BERZIKIR
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
"Dan berdzikirlah (sebutlah nama Rabbmu) dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut dan dengan tidak mengeraskan suara, diwaktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf : 205)

Kandungan ayat :
1. Berzikir hendaknya di dalam hati
2. Berzikir hendaknya dengan tidak mengeraskan suara
3. Berzikir hendaknya dengan merendahkan diri dengan rasa takut kepada Allah
4. Pagi dan petang adalah batas perputaran waktu bagi ummat Islam. Karena masuknya waktu untuk hari berikutnya (Besok) adalah waktu petang atau Magrib. (Kalender Hijriyah). Sedangkan kalender Masehi perubahan waktu baru terjadi jam : 00:00 waktuTengah Malam.
5. Ayat ini tidak menunjukkan bahwa berzikir hanya pada waktu pagi dan petang, tetapi berzikirlah selama diantara keduanya. Yaitu antara pagi ke petang dan antara petang ke pagi.
Ayat ini adalah JUKLAK : (Petunjuk Pelaksanaan / Cara) BERZIKIR
Ayat-ayat tentang do'a atau berdo'a juga banyak dalam al Qur'an. Dan sekarang bagaimana cara berdo'anya ?

CARA BERDO'A

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Berdo’alah kepada Rabb kalian dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (Al-A’raf : 55).
Kandungan ayat :
1. Berdo'a hendaklah dengan cara merendahkan diri
2. Berdo'a hendaklah dengan suara yang lembut (tidak keras, apalagi memakai Pengeras Suara)
Ayat ini adalah JUKLAK : (Petunjuk Pelaksanaan / Cara) BERDO'A
Keterangan :
Tafsir Al-Qurtubi, al Qurtubi dalam tafsirnya (1/130) menafsiri surat Al-A’raf : 55,
"Merahasiakan doa (tidak dengan suara yang nyaring) jauh lebih mulia, karena yang demikian itu tidak disusupi riya”.
Tafsir Al-Baidhawy (3/27) :
“Kemudian Allah memerintahkan mereka agar berdo’a kepada-Nya dengan merendah diri dan ikhlas, dengan berfirman, ‘Ud’u Rabbakum tadharru’an wa khufyatan’. Artinya dengan merendah diri dan suara yang lembut. Suara yang lembut ini merupakan bukti ikhlas".
Atau Silahkan baca :
1. Tafsir Ibnu Katsir (2/222), atau surah al 'Araf ayat 55 dan 205
2. Tafsir Fathul Qadir (2/215), atau surah al 'Araf ayat 55 dan 205
3. Tafsir Ruhul Ma’any (9/154). atau surah al 'Araf ayat 55 dan 205
4. Tafsir At-Thabari surah al 'Araf ayat 55 dan 205
5. Tafsir Jalalain surah al 'Araf ayat 55 dan 205
6. Tafsir As-Sa'dy surah al 'Araf ayat 55 dan 205
7. Tafsir Al-Misbah ; Prof.Dr. Quraish Shihab pada surah Al 'Araf 55 dan 205.
8. Tafsir Al-Azhar ; Prof.Dr. Hamka pada surah Al 'Araf 55 dan 205
Ibnu Abbas berkata ketika beliau masih kanak-kanak (beliau belum ikut shalat berjama'ah) mendengar Rasulullah berzikir dengan suara keras atau nyaring seusai shalat fardu, dan Rasulullah melakukan hal tersebut dalam rangka mengajari bacaan zikir kepada para sahabat. (lihat Syarah Shahih Muslim oleh Imam Nawawi juz 5 hal. 84)
"Aku mengetahui bahwa selesainya shalat Rasulullah dengan takbir"
Dalam riwayat lain:
"Bahwa mengeraskan dzikir ketika orang-orang telah selesai melaksanakan shalat fardu terjadi pada masa Rasulullah"
Namun beberapa tahun kemudian setelah ia (Ibnu Abbas) beranjak dewasa, ia tidak pernah mendengar rasulullah dan para sahabat berzikir dengan suara yang nyaring. Ibnu Abbas berkata:

“Zikir dan do’a tidak boleh bersuara dengan keras, tetapi harus sembunyi, sirr, hanya pelakunya sendiri yang mendengar (komat-kamit), siapapun didekatnya tidak dapat mendengar suaranya.
Rasulullah menegur para shahabat ketika meninggikan suara mereka ketika berdoa,

اربعوا علي انفسكم فانكم لا تدعو ن أصم ولا غاء بًا انكم تدعون سميعًا قريبًا
“Kasihanilah diri kalian karena kalian tidak berdo’a kepada Rabb Yang tuli dan jauh, tetapi kalian berdo’a kepada Rabb Yang Mahamendengar dan Mahadekat”.
(Hadits Shahih Riwayat Bukhari no. 6384, Fathul Baari XI/187, HR. Muslim no. 2704 atau HR. Bukhari (7/162-169), HR. Muslim (8/73-74), HR. Abu Dawud no. 1526, 1527, 1528. HR. Tirmidzi (5/172-173), HR. Ahmad (3/393, 402, 418) dari jalan Abu Musa Al Asy’ary.
Dari Abu Said al Khudry, ia berkata:

اعْتَكَفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُون بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ ، فَكَشَفَ السُّتُورَ ، وَقَالَ : إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلاَ يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ، وَلاَ يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ

"Rasulullah pernah 'itikaf di masjid, lalu beliau mendengar sebagian sahabat mengeraskan bacaan, maka beliau membuka tabir (kemahnya yang berada di dalam masjid) dan bersabda, "Ketahuilah ! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain"
(Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no: 1332, Ibnu Khuzaimah No: 1162, HR. Ahmad di dalam Musnad No: 11913.)
Kitab Al Umm, Imam Syafi'i [terjemahan]
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Umm ( dalam bab Berkata-katanya Imam dan duduknya sesudah memberi salam ) berkata :

واختيار للامام والمأموم أن يذكر الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكر إلا أن يكون إماما يجب أن يتعلم منه فيجهر حتى يرى أنه قد تعلم منه ثم يسر

"Dan aku (Imam Syafi'i) lebih memilih bagi para imam dan makmum untuk berzikir setelah shalat (lima waktu) dengan cara menyembunyikan (tidak mengeraskan suara), kecuali bila si Imam harus mengajarkan kepada makmum (apa yang dibaca), maka ia boleh mengeraskan bacaan tersebut sampai mereka (makmum) bisa, tetapi ia (si Imam shalat) kembali untuk tidak mengeraskan suaranya apabila makmum sudah bisa".
Mazhab Hanafi
Imam Alaauddin Al-Kaasaani Al Hanafi dalam kitabnya Bada’ush Shanaa’i fi Tartiibisy Syaraa’i (I/196) dari Abu Hanifah berkata :
“Mengeraskan suara (tasbih, tahmid, takbir) pada asalnya adalah bid’ah, karena sunnahnya, zikir diucapkan dengan suara lembut. Allah berfirman : “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut “( Al-A’raaf : 55)
Mazhab Maliki
Asy-Syaikh Muhammad bin Ahman Miyarah Al-Maliky kitabnya Ad-Daruts Tsamin wal Mauridul Mu’ayyan (hal: 173,212) :
"Imam Malik beserta sejumlah ulama membenci kebiasaan para imam yang memimpin para jama’ah masjid untuk berdo’a bersama dengan suara keras disetiap selesai shalat wajib".
Mazhab Hambali
Imam Ibnu Qudamah berkata dalam kitabnya Al-Mughny (II/251) :
“Disunnahkan berzikir dan berdo’a disetiap selesai shalat. Hal itu disunnahkan sesuai dengan apa yang telah diriwayatkan dalam hadits”. Syaihk Al-Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang zikir dan do’a setelah shalat. Beliau menyebutkan sebagian hadits dari Rasulullah tentang zikir-zikir setelah shalat wajib. Beliau berkata : “Tak seorangpun ulama hadits yang telah meriwayatkan hadits Nabi, tentang imam dan makmum berdo’a bersama setiap selesai shalat”.
Mazhab Syafi’i
Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm (I/II) berkata :
“Pendapat yang aku pilih perihal imam dan makmum, hendaknya keduanya berzikir kepada Allah setiap usai shalat wajib tanpa mengeraskan zikir, kecuali bagi seorang imam yang berkewajiban untuk mengajarkan kepada makmumnya. Hingga ketika imam melihat bahwa mereka telah mampu, diapun kembali berzikir dengan suara pelan".
Atau dalam kitab "al Umm" terjemahan Indonesia oleh Prof Tk. H. Ismail Yakub Sh, MA. Jilid I (satu) Hal. 296: Imam Syafi'i mengatakan :
"Saya memandang baik bagi imam dan ma'mun, bahwa berzikir kepada Allah, sesudah keluar dari shalat. Keduanya itu menyembunyikan dzikir, kecuali bahwa dia itu imam yang harus orang belajar dari padanya. Maka ia mengeraskan suaranya, sehingga ia melihat bahwa orang telah mempelajari dari padanya. Kemudian ia mengecilkan suaranya".(cuplikan sesuai dengan buku asli terjemahan tanpa merubah teks sedikitpun)
Imam An-Nawawy dalam kitabnya Al-Majmuu (III/465-469) berkata :
“Imam Syafi’i beserta para pengikutnya sepakat atas disunnahkannya berzikir setiap selesai shalat. Hal itu disunnahkan bagi seorang imam, makmum, sendirian, laki-laki, perempuan, orang musyafir dll. Adapun kebiasaan orang-orang atau kebanyakan mereka yang mengkhususkan do’a seorang imam dalam dua waktu shalat, yakni subuh dan asar tidak ada dalil".
Kemudian Imam Nawawi, dalam kitabnya Tahqiq (219) beliau berkata :
“ Disunnahkan berzikir dan berdo’a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan zikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara zikirnya”.
Permasalahannya adalah :
1. Para makmun biasanya tergantung pada imam seumur hidup, tidak mau belajar bacaan zikir
2. Kalau untuk mengajari cara berzikir, kemudian apa yang mesti dibaca dalam berzikir, tidak mesti ketika selesai shalat saja. Banyak waktu lain diluar waktu shalat untuk megajarkan tata caranya. Misalnya lewat ta'lim atau pada pengajian-pengajian.
3. Bila suatu ketika imam shalat tidak memandu berdo’a bersama sesudah shalat, seakan mereka merasa ada yang kurang dalam shalatnya. Mereka langsung berprasangka buruk terhadap imam tersebut dan menuduhnya macam-macam. Padahal ia tidak mengerti bahwa perintah wajib berjama’ah adalah berjama’ah dalam shalat, bukan pada do’a dan zikir. Ingat definisi shalat ! Diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Ibnu Katsir dalam kitabnya "Bidayah wan Nihayah" Juz 10, Hal. 270,282 mengatakan:
"Dan di dalamnya terdapat surat al Ma'mun kepada Ishaq bin Ibrahim yang menjabat sebagai wakilnya di Bagdad, yang berisi perintah kepadanya agar menyuruh kaum muslimin bertakbir setiap selesai shalat wajib (shalat lima waktu)."padahal perkara seperti (perintah) ini tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan para sahabat.
Keterangan :
Pencipta pertama takbir jama’i (berjamaah) adalah Mu’adhad bin Yazid Al-‘Ajili dan teman-temannya di Kufah. Lalu Ibnu Mas’ud RA melarang mereka dan melempar mereka dengan kerikil. Yang demikian itu terjadi sebelum wafatnya Ibnu Mas’ud tahun 33 H. Dan sungguh mereka telah menghentikan perbuatan tersebut, sampai perbuatan itu kemudian dimunculkan lagi oleh kaum sufi/orang-orang tasawuf pada masa Ma'mun (198 H-218 H/813 M-833 M) dan setelahnya, sedang masa itu ada orang tasyayyu’ (Syi’ah), dialah yang menciptakan bid’ah baru, bertakbir jama’i setelah shalat di masjid-masjid.
Baca juga kitab-kitab ulama-ulama Syafi'iyyah seperti di bawah ini:
1. Imam Nawawi dlm Kitab al Majmu' Syarah Muhadzab jilid III. hal. 484-488.
2. Imam Nawawi dlm Kitab Syarah Muslim Jilid V hal. 84 Bab. Masjid-masjid dan tempat-tempat Shalat.
3. Al Izz bin Abdis Salam dalam Fatawa hal 46-47 no. 15
4. Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalany dlm Fathul Bari Jilid II hal. 326.
5. Kitab Fathul Mu'in (Syaikh Zainuddin bin Abdil Aziz Al Malibari) Jilid III hal. 185-186.
6. I'anath Thalibin (Sayyid al Bakry ad Dimyathy) Jilid I hal. 185
7. Ibnu Hajar al Haitamiy dalam Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj Jilid II hal. 104
8. Ibnu Hajar al Haitamiy dalam Kitab Al Minhaj al Qawim Syarah 'alal Muqaddimah al Hadhramiyah hal. 51-52.
9. Al Allamah Abdul Hamid asy Syarwany dalam Kitab Hawasyi as Syarwaniy "Ala Tuhfatil Muhtaj bi Syarhil Minhaj Jilid II hal 104.
10. Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin Jilid I. hal. 358
11. Imam Nawawi dalam al Azkar hal. 470
12. Imam Nawawi dalam Syarah Muslim Jilid III hal. 308
13. Imam Baihaqi dalam Kitab Majmu' Syarah Muhadzab Jilid III hal. 452
14. Imam Baihaqi dalam Kitab Fathul Mu'in Jiliod I hal. 185
15. Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalany dalam Fathul Bari Jilid VI hal. 240

Popular Posts

 

© 2013 Hany My Blog. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top